Final Destination
(the secret of photo)
*part 9*
Langit
hari ini mendung, semendung perasaan hati delapan orang yang tersisa di
villa. Kemarin, Ozy masih ada di antara mereka, dan masih seperti
biasa, dengan tatapan sinisnya beradu mulut dengan teman-temannya.
Sebagaimanapun sikap Ozy selama ini, mereka berdelapan tetap merasa
kehilangan. Gabriel terus-terusan merutuki dirinya sendiri. ia masih
menyesal mengapa ia tidak memberi tanda bahwa listrik sedang korslet
saat itu. mungkin, kalau Ozy melihat tandanya, ia tidak akan menyentuh
listrik sembarangan, dan tentunya ia tidak akan meninggal secepat ini.
walau, Ozy memang urutannya. Urutan…
“Sudahlah, Iel. Aku tahu kamu
masih nggak bisa nerima kenyataan meninggalnya Ozy.” Kata Zevana yang
mengelus pundak pacarnya seusai acara pemakaman Ozy.
“Aku salah, Ze…” desis Gabriel pelan.
“Iyel… ini takdir…”
“Bukan! Ini hasil rantai maut, yang kalau bukan karena keteledoranku, pasti masih bisa dicegah, tau paling nggak ditunda…”
“Gabriel…”
“Siapa…
habis ini, Vi?” tanya Debo kepada Sivia. Baru tadi Sivia menyadari
bahwa teman-temannya meninggal sesuai dengan tanda-tanda hasil jepretan
Cakka, dan urutan dipotretnya. Ya, kalau diingat-ingat lagi, mereka
semua meninggal sesuai dengan urutan pengambilan foto. Acha, Oik, Obiet
dan kemudian Ozy. Semuanya urut.
Sivia melirik ke Cakka dan Rio yang sedari tadi pagi tidak saling tegur sapa.
“Seingat
gue…” Agni mengambil alih dialog Sivia, “Ozy difoto Cakka di foodcourt,
kan. Terus… gue, Sivia, Ify sama Zeze dateng habis belanja…”
“Iya tuh bener.” Zevana mengamini disela pembicaraannya dengan Gabriel yang ‘masih’ menyesal.
“Terus…” kali ini giliran Ify… “gue bawain Debo kaus baru.”
Mereka
diam sesaat, mengingat kronologi kejadian sekitar tiga minggu yang lalu
itu. Rio masih tenang, ia berusaha menyembunyikan kegalauan hatinya
sejak kemarin. ‘Pengkhianat.’ Kata itu terus terdengung dalam kepala
Rio, kata yang baru pertama kali ditujukan kepadanya melalui sahabatnya
sendiri. Cakka…
Tak berbeda dengan Cakka, ia masih dihantui dengan
rasa kecewanya kepada Rio. Ia tak menyangka Rio mengingkari janjinya
sendiri untuk saling menjaga. Rio menghampiri Cakka yang duduk di
lantai.
“Cak…” panggilnya pelan. Sivia mengamati pacarnya itu.
“Hem?” Cakka tidak mengindahkan panggilan Rio.
“Gue… mau ngomong sama loe.”
“About what?”
“Temuin
gue di kolam renang samping.” Kata Rio lalu beranjak menuju kolam
renang samping. Tapi, Cakka masih diam di tempat. Sivia bermaksud
menyusul Rio, tapi tangannya dicegah Agni.
“mereka lagi ada
masalah. Biarin mereka selesaikan.” Kata Agni. Sivia mengangguk. Semalam
Cakka sudah menceritakan semuanya kepada Agni. jujur, Agni juga kecewa,
mengapa saudaranya sendiri, Sivia, berencana untuk kabur dari villa
meninggalkan teman-teman dan juga janjinya. Sivia menarik nafas
dalam-dalam. Lalu, mereka sibuk dengan kronologi itu lagi.
‘Brak!’
Zevana meggebrak meja, entah apa yang terjadi pada perbincangan pelannya dengan Gabriel.
“Ze,
tunggu!” Gabriel menyusul Zevana yang tampaknya sedang marah. Mereka
menuju teras luar. Membiarkan teman-temannya saling pandang bingung dan
mengangkat bahu tak mengerti.
“Udah ada yang inget?” tanya Ify.
“Habis
itu Zevana minta difoto karena sepatunya kan?” Sivia yang baru nimbrung
mulai mengingat. Sesekali ia melirik ke Cakka. Agni jadi risih.
Kemudian didapatinya Cakka beranjak menuju kolam.
“Bukan…” kata
Debo. “sebelum itu, Ify dipotret nggak sengaja sama si Cakka kan?” Ify
begidik ngeri. Apa dia korban selanjutnya? Ify menggenggam tangan Debo
erat. Sementara Agni dan Sivia mencoba mengingat lebih dalam.
“Tunggu.” Kata Agni seperti menyadari sesuatu.
“Ada satu orang lagi sebelum Ify.” Sambung Sivia. Ify mengingat, setelah ia menyerahkan kaus baru itu kepada Debo.
"apa ini?"
"liat aja"
"wow! T-shirt baru! Aku pake ya, fy. Thanks, sayang.."
"Cak, fotoin gue dong!"
'cklik'
Seketika, Ify melepas genggaman tangannya pada Debo, lalu memandang Debo.
Debo menelan ludah, “Gue…” kata Debo pelan sambil gemetar.
***
“Ze…”
Gabriel memegang tangan Zevana. Zevana menangis. Entah apa yang
sebenarnya terjadi. “Ze, aku minta maaf.” Zevana tetap diam.
Tadi,
Zevana mencoba menghibur Gabriel yang masih saja menyesali perbuatannya
kepada mendiang Ozy. Tapi, Gabriel justru putus asa, ia merasa telah
membunuh Ozy secara tidak langsung. Zevana marah dan mencoba menyadarkan
Gabriel. Tapi Gabriel spontan membentak Zevana. Zevana makin kesal, dan
hilang kesabaran.
“Aku udah coba sabar sama kamu, Yel. Tapi kamu terus-terusan kaya gitu. aku sedih liat kamu…” kata Zevana ditengah tangisnya.
“Ze,
maafin aku. aku tau aku salah. Aku masih nggak bisa nerima kematian
Ozy, Ze. Kamu tau kan, dari dulu aku sama Ozy sahabat baik, sampai aku
kenal sama kamu lewat Acha, pacarnya Ozy.”
“Iya, Yel. Aku tau…
tapi, plis jangan khawatirin aku dengan sikap kamu yang kaya begini.
Dari dulu kamu selalu nyalahin diri sendiri kalau terjadi sesuatu. Aku
nggak suka. Aku udah pernah bilang kan sama kamu, kalau kamu
terus-terusan begitu aku mau break sama kamu.”
“Ze, kasih aku kesempatan buat…”
“Nggak
Yel… aku pengen bikin kamu sadar selamanya, bukan karena ada aku yang
ngingetin kamu. Jadi aku minta…” Zevana memutus kalimatnya, berat juga
mengatakan ini. “kita putus.”
“Ze…”
“Sampai kamu bisa berubah. Aku mau kamu introspeksi, Yel. Nanti, kita balikan lagi.”
Gabriel
terlihat menimang, ia tak ingin jauh dari cewek dihadapannya itu, tapi
ini juga salahnya, “aku hargai keputusan kamu, Ze. Aku akan lakuin itu.
demi kamu.”
“Asal kamu tau, aku sayang kamu lebih dari segalanya. Jadi sekali lagi jangan kecewain aku.”
“I’m promise.” Jawab singkat Gabriel. Lalu zevana melepas genggaman tangan Gabriel.
***
“Jadi
apa yang mau loe omongin.” Tanya Cakka setibanya di kolam renang
samping villa. Menemui Rio yang duduk di bangku panjang tepi kolam. Ia
mendekati Rio.
“Gue pikir loe nggak akan ke sini.” Kata Rio sambil berdiri dan berbalik.
“Gue butuh waktu buat mikir tawaran orang macem loe, kan?” Cakka berkata dengan senyum miringnya. Menyindir Rio.
“Oke. Whatever.” Jawab Rio, “gue Cuma mau bilang, gue minta maaf Cak.”
Cakka tersenyum sinis, “jadi loe masih bisa sadar sama kelakuan loe.”
“Cak,
gue nggak bermaksud. Cowok mana yang tega diem aja liat ceweknya nangis
dan bilang nggak kuat tinggal ditempat terkutuk macem villa ini?”
“Gue kuat.” Jawab singkat Cakka.
Rio
tersentak, bukan itu jawaban yang ia inginkan dari Cakka, “gue punya
perasaan Cak. Gue nggak rela kalau pacar gue harus depresi, kaya hampir
gila dan harus minum obat penenang.” Katanya menyindir Cakka.
“Loe nyindir gue?”
“Nggak.
Gue nyindir orang yang nggak punya perasaan. Tapi, kalo loe ngerasa
gitu…” Rio menghentikan omongannya, ia rasa Cakka mengerti maksudnya.
“Yo! Loe salah!” bentak Cakka.
“Berusaha kasih yang terbaik buat cewek gue! salah?!” Rio tak kalah membentak.
“Iya! Karena sekaligus loe udah khianatin janji loe!”
“Cak…”
“Ajarin juga tuh cewek loe!”
‘Bug!’
“Jaga
mulut loe, Cak!” Rio menghantam pipi kiri Cakka dengan bogemnya,
kesabarannya memuncak. Cakka memegangi pipinya yang memar.
‘Bug!’ balasan diterima Rio.
“Cak, sadar! Loe tuh…”
“Masa bodo! I don’t care! What the hell!” Cakka semakin buas saja. Tanpa menyelesaikan masalahnya, ia kembali ke dalam.
“Argh!” Rio terduduk di bangku itu lagi.
***
“Nggak
mungkiin…” Ify yang masih syok menyadari bahwa korban selanjutnya
adalah pacarnya sendiri terus-terusan menangis. Ditemani Sivia di
sampingnya. Sementara debo duduk bersandar di pintu, ini seperti lelucon
konyol. Menyadari kematiannya sudah dekat. Arkh! Agni berkali-kali
memandang ke pintu dapur, tempat Cakka tadi menghilang. Sebenarnya apa
yang dibicarakan Cakka dengan Rio. Kemudian, Zevana dan Gabriel masuk.
Ada atmosfer aneh saat mereka berdua kembali ke ruangan itu. Gabriel dan
Zevana sama-sama diam seribu bahasa. Sepertinya ada sesuatu yang
terjadi di luar sana.
“Heh, kalian kemana aja?” tanya Agni.
“Kita cuma lagi hirup udara diluar kok, ya kan, Ze?” jawab Iel dan meminta persetujuan Zevana.
“Heemmm…” jawab Zevana singkat
“Kalian bohong kan?” lanjut Sivia.
“Pasti kalian berantem?”
“Pdah ah gue males ngomongin soal itu” kata Zevana dan berlalu pergi.
“Yel, kalian kenapa?” tanya Agni.
“Kita….kita putus Ag” aku Iel.
“Hah …..????” Agni, Sivia, Ify, dan Debo yang berada disitu kaget.
“Kok bisa? kalian kan pacaran udah lama banget Yel” tanya Ify.
“Ya,
gue terlalu terpukul sama kepergian Ozy. Dan gue selalu nyalahin diri
gue sendiri, dan itu buat Zevana nggak suka sama sikap gue, dia bilang
kita akan balikan lagi kalo gue nggak kayak gitu lagi dan kata dia gue
harus introspeksi diri” jawab Iel menunduk.
“Sabar ya bro” kata Debo menepuk-nepuk pundak Iel.
“Iya, thanks ya Deb” jawab Iel.
“Yel, boleh kita ngomong sebentar?” tanya Debo.
“Boleh Deb, dimana?” tanya Iel.
“Dikolam” jawab Debo.
“Ok, loe tunggu gue aja disana, nanti gue kesana kok. Gue mau minum dulu sebentar” kata Iel, lalu berlalu pergi kedapur.
@Dapur
Iel
melihat ada Zevana yang juga mengambil minum, Iel mau nyapa tapi
takutnya Zeva nggak mau balas sapaannya, alhasil mereka cuma saling
diam. Sempat sesekali mereka saling pandang Iel tersenyum kearah Zeva,
dan Zeva membalas senyum Iel
“Emmm…Ze…” panggil Iel sambil memegang tangan Zeva.
“Iya?” jawab Zeva.
“Maafin gue ya…, gue janji gue akan berubah Ze. Gue nggak mau pisah sama loe lama-lama” kata Iel.
Zevana tersenyum “gue tunggu loe Yel” jawab Zevana lalu pergi.
Setelah
Zevana pergi Iel kembali keruang tengah, belum sempat duduk dia inget
sama janji dia ke Debo untuk kekolam. Iel pergi kekolam disana sudah ada
Debo yang duduk merenung dipinggir kolam, separo kakinya dimasukkan ke
kolam.
“Deb…” Iel memegang pundak Debo, dan duduk disebelahnya.
“Eh loe Yel” kata Debo sedikit kaget.
“Hehe..iya, ohh ya katanya ada yang mau diomongin? ngomongin apa?” tanya Iel.
“Emmm,,,,korban
selanjutnya gue Yel, dan ini konyol bagi gue. gue udah tau kematian gue
sendiri” kata Debo dengan tampang sedih sambil meremas rambutnya.
“Ha???? loe nggak bohongkan Deb?” tanya Iel tak percaya.
“Emang gue kelihatan bohong ya Yel?” tanya Debo.
“Nggak sih” jawab Iel.
“Yel.,,,gue
titip Ify ya. Gue sayang banget sama dia, gue nggak mau ninggalin dia
Yel, tapi ini takdir gue, bahwa gue harus pergi” kata Debo lirih, tak
terasa Debo meneteskan air mata walau tanpa sepengetahuan Iel.
“Deb,,,sabar ya, ini bukan takdir loe. Ini karna setan sialan itu!!!” kata Iel.
“Udahlah
Yel, gue terima kalo gue harus mati. Tapi plisss…Yel tolong jagain Ify.
Gue sama sekali nggak nyesel kok udah tau semua ini sekarang, karena
dengan begini gue bisa ngasih yang terbaik ke Ify di sisa waktu gue, gue
bisa bahagiain Ify, seenggaknya dia nggak nyesel pernah jadi pacar
gue.” kata Debo tertawa kecil. “yang gue takutin adalah, ninggalin dunia
ini sebelum sempet bikin Ify bahagia. Pasti itu juga yang dirasain
temen kita, Ozy dan Obiet yang kehilangan pacarnya. Tapi dengan begini…”
Debo menengadah ke langit, “Gue bisa bahagiain Ify sebelum gue
bener-bener ninggalin dunia”
“De…” Gabriel mencoba menyela. Tapi berhenti ketika mata Debo berkaca-kaca. Gabriel menepuk punggung Debo.
“Itu
belum sepenuhnya bener, De” Kata Gabriel. “Sama kaya dugaan kita ke Ozy
yang kita sangka akan meninggal dalam kecelakaan pesawat.”
“Tapi akhirnya Ozy juga meninggal, kan? Walau dengan cara lain.”
“De…”
“Yel,
pesen gue cuma satu…” Debo berbicara seolah setelah ini dia akan
benar-benar mati, “loe kenal Ify dari SD, kan? Jauh sebelum loe kenal
Zeze. Tolong jagain Ify buat gue. gue cuma minta loe bisa selalu ada di
setiap Ify kangen gue nanti.”
“Ok,, gue janji gue bakal jagain Ify buat loe” jawab Iel.
“Thanks Yel. Tapi jangan sampe bikin Zeze cemburu pastinya.” Debo tertawa kecil, menutupi kegalauannya.
Iel sedikit tersentak mengingat hubungannya dengan Zevana yang sekarang sedang rumit, “sama-sama Deb, gue masuk duluan ya Deb”
“Iya Yel” jawab Debo.
Iyel masuk kedalam sedangkan Debo masih merenung dipinggir kolam, tiba-tiba Ify datang.
“Deb,,” panggil Ify lalu duduk disebelah Debo.
“Ehh,,Ify” jawab Debo disenyum-senyumkan karna Debo tak ingin Ify sedih.
Ify
bersandar dibahu Debo “Deb,,,Ify takut Debo ninggalin Ify, Ify nggak
tau jadi apa kalo nggak ada Debo, karna Ify sayang banget sama Debo”
kata Ify perlahan airmatanya turun dari pelupuk matanya.
“Debo juga nggak mau ninggalin Ify, Debo juga sayang banget sama Ify. Tapi ini udah takdir Fy” jawab Debo.
Ify menghadap ke Debo kini jarak wajah mereka cuma sekitar 5 cm “kenapa sih, kita harus liburan kesini Deb?” tanya Ify sedih.
“Ya mungkin ini memang takdir kita Fy. Ify jangan nangis dong Debo jadi ikut sedih” jawab Debo lalu menghapus air mata Ify.
Ify
langsung mendekap Debo “Debo… Ify sayang sama Debo” kata Ify yang
berada dipelukan Debo sambil nangis sesegukan, Debo membalas pelukan Ify
erat bahkan sangat erat sekali seakan Debo tak ingin jauh dengan Ify.
“Debo juga sayang sama Ify, sayang banget” ucap Debo lirih.
Debo
melepaskan pelukannya, wajah mereka dekat sekali mereka saling pandang
dan Debo memejamkan matanya lalu menempelkan bibirnya kebibir Ify,
selama beberapa menit Debo melepaskan bibirnya
“Maafin aku Fy, udah lancang ngelakuin itu” kata Debo.
“Nggak papa kok Deb” jawab Ify. Lalu Debo mendekap Ify lagi
***
BERSAMBUNG>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>